Senin, 28 Mei 2012



RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PAKAR
UNTUK MENENTUKAN JENIS GANGGUAN
PERKEMBANGAN PADA ANAK



Perkembangan komputer dewasa ini telah mengalami banyak perubahan yang sangat pesat, seiring dengan kebutuhan manusia yang semakin banyak dan kompleks. Komputer yang pada awalnya hanya digunakan oleh para akademisi dan militer, kini telah digunakan secara luas di berbagai bidang, misalnya: Bisnis, Kesehatan, Pendidikan, Psikologi, Permainan dan sebagainya.
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence merupakan bagian dari ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia. Sistem cerdas (intelligent system) adalah sistem yang dibangun dengan menggunakan teknik-teknik artificial intelligence. Salah satu yang dipelajari pada kecerdasan buatan adalah teori kepastian dengan menggunakan teori Certainty Factor (CF) (Kusumadewi, 2003).
Sistem Pakar (Expert System) adalah program berbasis pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi dengan kualitas pakar untuk problema-problema Rohman & Fauzijah – Aplikasi Sistem Pakar untuk Menentukan Jenis Gangguan pada Anak dalam suatu domain yang spesifik. Sistem pakar merupakan program computer yang meniru proses pemikiran dan pengetahuan pakar dalam menyelesaikan suatu masalah tertentu. Implementasi sistem pakar banyak digunakan dalam bidang psikologi karena sistem pakar dipandang sebagai cara penyimpanan pengetahuan pakar pada bidang tertentu dalam program komputer sehingga keputusan dapat diberikan dalam melakukan penalaran secara cerdas. Irisan antara psikologi dan sistem pakar melahirkan sebuah area yang dikenal dengan nama cognition & psycolinguistics. Umumnya pengetahuannya diambil dari seorang manusia yang pakar dalam domain tersebut dan sistem pakar itu berusaha meniru metodelogi dan kinerjanya (performance) (Kusumadewi, 2003).
Salah satu implementasi yang diterapkan sistem pakar Anak-anak merupakan fase yang paling rentan dan sangat perlu diperhatikan satu demi satu tahapan perkembangannya. Contoh satu bentuk gangguan perkembangan adalah conduct disorder. Conduct disorder adalah satu kelainan perilaku dimana anak sulit membedakan benar salah atau baik dan buruk, sehingga anak merasa tidak bersalah walaupun sudah berbuat kesalahan. Dampaknya akan sangat buruk bagi perkembangan sosial anak tersebut.

Sistem Pakar
Sistem pakar (expert system) secara umum adalah sistem yang berusaha
mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat
menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Atau dengan
kata lain sistem pakar adalah sistem yang didesain dan diimplementasikan
dengan bantuan bahasa pemrograman tertentu untuk dapat menyelesaikan
masalah seperti yang dilakukan oleh para ahli
Sistem pakar merupakan cabang dari Artificial Intelligence (AI) yang cukup
tua karena sistem ini telah mulai dikembangkan pada pertengahan tahun 1960.
Sistem pakar yang muncul pertama kali adalah General-purpose problem solver
(GPS) yang dikembangkan oleh Newl dan Simon. Sampai saat ini sudah banyak
sistem pakar yang dibuat, seperti MYCIN, DENDRAL, XCON & XSEL, SOPHIE,
Prospector, FOLIO, DELTA, dan sebagainya (Kusumadewi, 2003).
Perbandingan sistem konvensional dengan sistem pakar sebagai berikut
(Kusumadewi, 2003):
a. Sistem Konvensional
1. Informasi dan pemrosesan umumnya digabung dalam satu program sequential
2. Program tidak pernah salah (kecuali pemrogramnya yang salah)
3. Tidak menjelaskan mengapa input dibutuhkan atau bagaimana hasil diperoleh
4. Data harus lengkap
5. Perubahan pada program merepotkan
6. Sistem bekerja jika sudah lengkap.

b. Sistem Pakar
1. Knowledge base terpisah dari mekanisme pemrosesan (inference)
2. Program bisa melakukan kesalahan
3. Penjelasan (explanation) merupakan bagian dari ES
4. Data tidak harus lengkap
5. Perubahan pada rules dapat dilakukan dengan mudah
6. Sistem bekerja secara heuristik dan logic

Suatu sistem dikatakan sistem pakar apabila memiliki ciri-ciri sebagai
berikut (Kusumadewi, 2003):
1. Terbatas pada domain keahlian tertentu
2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak pasti
3.Dapat mengemukakan rangkaian alasan-alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami
4. Berdasarkan pada kaidah atau rule tertentu
5. Dirancang untuk dikembangkan sacara bertahap
6. Keluarannya atau output bersifat anjuran.
Adapun banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengembangkan
sistem pakar, antara lain (Kusumadewi, 2003):
1. Masyarakat awam non-pakar dapat memanfaatkan keahlian di dalam bidang tertentu tanpa kesadaran langsung seorang pakar
2. Meningkatkan produktivitas kerja, yaitu bertambahnya efisiensi pekerjaan tertentu serta hasil solusi kerja
3. Penghematan waktu dalam menyelesaikan masalah yang kompleks
4. Memberikan penyederhanaan solusi untuk kasus-kasus yang kompleks dan berulang-ulang
5. Pengetahuan dari seorang pakar dapat dikombinasikan tanpa ada batas waktu
6. Memungkinkan penggabungan berbagai bidang pengetahuan dari berbagai pakar untuk   dikombinasikan.

Selain banyak manfaat yang diperoleh, ada juga kelemahan pengembangan sistem pakar, yaitu (Kusumadewi, 2003):
1.      Daya kerja dan produktivitas manusia menjadi berkurang karena semuanya dilakukan secara otomatis oleh sistem
2.      Pengembangan perangkat lunak sistem pakar lebih sulit dibandingkan dengan  perangkat lunak konvensional.

Tujuan pengembangan sistem pakar sebenarnya bukan untuk menggantikan peran manusia, tetapi untuk mensubstitusikan pengetahuan manusia ke dalam bentuk sistem, sehingga dapat digunakan oleh orang banyak.

  Struktur Sistem Pakar
Sistem pakar disusun oleh dua bagian utama, yaitu lingkungan pengembangan (development environment) dan lingkungan konsultasi (consultation environment) (Turban, 1995). Lingkungan pengembangan sistem pakar digunakan untuk memasukkan pengetahuan pakar ke dalam lingkungan sistem pakar, sedangkan lingkungan konsultasi digunakan oleh pengguna yang bukan pakar guna memperoleh pengetahuan pakar.


     SUMBER :
     http://journal.uii.ac.id/index.php/media-informatika/article/view/106/66

Rabu, 18 April 2012

Pekerjaan Di Bidang Psikologi Yang Menggunakan Komputer Sebagai Media

Dalam bidang keilmuan psikologi terutama dalam bidang psikologi yang menggunakan komputer sebagai media/alat utama, para lulusan psikologi dapat memiliki peluang kerja yang besar seperti berikut ini:
Psikolog/konsultan di biro pelayanan jasa psikologi manajemen dan organisasi.Psikolog yang bekerja di bidang ini biasanya erat dengan dunia perkantoran, namun psikolog yang bekerja di biro pelayanan jasa psikologi tidak terikat pada satu perusahaan saja, biro pelayanan memberikan jasa psikologi bagi perusahaan mana pun yang membutuhkan jasanya. Untuk mempermudah pekerjaannya di biro, maka psikolog membutuhkan komputer sebagai alat bantu yang menggunakan software microsoft office. Agar informasi yang di berikan dapat dengan mudah sampai ke perusahaan, maka di gunakan program microsoft office one note dan info path. Dengan menggunakan program ini, informasi yang di berikan oleh psikolog dapat di terima secara real time oleh perusahaan yang akan menerapkan metode yang di berikan oleh psikolog dari biro tersebut. Karena semakin cepat metode di berikan, maka akan semakain besar peluang untuk berhasil bagi perusahaan yang menggunakan jasanya.

Staf dan manajer di bagian pengembangan sumber daya manusia (SDM) pada berbagai perusahaan dan organisasi.Tidak jauh berbeda dengan psikolog yang bekerja di biro pelayanan psikologi, tetapi bedanya psikolog yang bekerja sebagai staf atau manajer di bagian pengembangan sumber daya manusia itu terikat dengan satu perusahaan di tempatnya bekerja. Dia bertanggung jawab penuh terhadap sumber daya manusia di tempatnya bekerja, dan memberikan laporan rutin kepada perusahaan mengenai keadaan SDM di perusahaan tersebut. Psikolog di bidang ini juga menggunkan komputer sebagai alat bantu yang berisi aplikasi program microsoft office one note dan info path. Dengan menggunakan program ini data dapat dikirimkan secara cepat kepada pimpinan perusahan tempatnya bekerja.

( MEDIA KOMUNIKASI YANG JUGA DIGUNAKAN DALAM BIDANG PSIKOLOGI PENDIDIKAN )

Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “Cyber Teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang belandaskan tiga kriteria yaitu:
1. E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
2. Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
3. Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional.

Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dsb.

Senin, 28 Februari 2011

Perkembangan anak terhadap faktor lingkungan

Faktor lingkungan sangat berperan untuk melakukan perubahan, dalam artian memaksimalkan potensi yang dimiliki anak, dan hal-hal yang kurang berkembang. Juga untuk meminimalkan hal hal yang negatif pada diri anak. Peran lingkungan adalah mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup faktor biologis (fisik, motorik), kognitif (bahasa, berpikir, daya nalar, daya ingat, dll), psikososial ( kemandirian, bagaimana anak bersikap, berperilaku, kesadaran akan diri, harga diri, percaya diri, dll). Sebagai contoh, anak akan belajar bagaimana mencintai orang lain kalau mereka dicintai oleh (terutama) orangtuanya.

Konteks dimana anak dibesarkan sangat besar pengaruhnya, kalau anak dibesarkan dalam konteks kekerasan, maka perilaku kekerasan akan menjadi bagian dari dirinya. Sebaliknya kalau anak dibesarkan dalam konteks yang positif, dimana hubungan antar anggota keluarga harmonis, memberikan contoh perilaku yang positif, memfokuskan pada tiga dimensi pengembangan anak secara seimbang, peka terhadap hal yang terjadi di lingkungannya, maka anak akan berkembang lebih positif. Aktivitas anak disesuaikan dengan tahapan usia, kemampuan, dan keunikan anak. Perhatian, kasih sayang, sensitivitas dan responsivitas orang tua sangat berperan. Orangtua peka akan kebutuhan anak, mengapa anak berperilaku tertentu untuk menarik perhatian orangtuanya. Dari sinilah anak akan merasa dirinya sebagai orang yang penting, diperhatikan (bukan dimanjakan), memiliki harga diri dan rasa percaya diri yang tinggi. Orang tua tahu kapan membolehkan anak menjatuhkan pilihannya sendiri dan kapan tidak. Pada anak usia Balita, dalam aspek psikososial, anak perlu belajar benar-salah, boleh dan tidak boleh. Dari sini pula akan berkembang, jadi seni dalam mendidik anak adalah bagaimana menimbang-nimbang sampai batas mana anak dibolehkan dan sampai batas mana tidak dibolehkan.

Di usia balita fokus utama untuk mengembangkan dimensi kognitif adalah dalam hal bahasa dan memfokuskan perhatian pada apa yang sedang berlangsung. Karena bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, mengarahkan pikiran seseorang, ekspresi diri yang paling utama dalam komunitas manusia. Fokus utama dalam aspek psikososial adalah menumbuhkan keyakinan diri sebagai anak yagn mampu berbuat sesuatu terhadap lingkungannya sehingga anak merasa percaya diri. Yang melandasi hal ini adalah perlakuan orang tua sejak dia bayi. Anak merasa ada orang yang bisa dia andalkan untuk memenuhi semua kebutuhannya, lekat dengan ibu-ayahnya (sebisa mungkin orangtua). Kalau anak merasa dirinya lekat secara aman dengan prangtuanya, hal ini akan berdampak jangka panjang, misalnya keinginan untuk meraih prestasi yang baik, memilih pasangan hidup.

Jumat, 29 Oktober 2010

Jurnal Psikologi Kelompok

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini.

Kami ucapkan terimakasih yang sebesar–besarnya kepada Ibu Dosen sebagai Dosen Psikologi Kelompok yang telah membimbing kami, sehingga dapat tersusunnya atau terselesaikannya Makalah ini.

Adapun tujuan pembuatan Makalah ini untuk memenuhi tugas Psikologi Kelompok yang dititik beratkan pada masalah mengenai kelompok. Apa yang dimaksud dengan pembentukan kelompok, konflik kelompok, dan prestasi dalam kelompok.

Harapan kami agar Makalah dari beberapa jurnal ini dapat bermanfaat bagi setiap orang, agar kita dapat memahami apa sebenarnya yang menjadi masalah dalam kelompok.

Akhirmya kami merasa sangat senang menerima kritikan maupun saran yang sifatnya membangun, agar dapat kami jadikan perbaikan dalam penyusunan Makalah dimasa yang akan datang.


Bekasi,29 Oktober 2010

Salam Hormat,



Penyusun




Jurnal 1


DINAMIKA KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT: Studi Kasus di desa Kertayasa, Boja dan Sukorejo, ( The dynamics of community Forest Farmer Group: Cases Study in villages of Kertayasa, Boja, and Sukorejo )

  1. Latar Belakang

Pembangunan hutan rakyat dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani pemilik hutan rakyat, serta menjaga kelestarian hutan yang mengarah pada subtainability, sehingga kegiatan tersebut diharapkan dapat memberi tambahan pendapatan sekaligus lahan-lahan yang tidak atau belum termanfaatkan dapat lebih ditingkatkan manfaat dan produktifitasnya melalui tanaman kayu-kayuan. Berdasarkan tujuan tersebut, pembangunan hutan rakyat tidak dapat dilaksanakan secara perorangan (spasial), tetapi harus secara bersama-sama.

Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dilakukan secara terprogam, dan untuk mendukungnya diperlukan penggalangan petani agar dapat melaksanakan program tersebut, dan dibentuk suatu lembaga kemasyarakatan seperti kelompok tani hutan rakyat yang memiliki pengertian sebagai perkumpulan orang-orang (petani) yang tinggal di sekitar hutan.

Kelompok tani yang telah terbentuk diharapkan dapat dijadikan sebagai media untuk berkelompok dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani dengan atau tanpa adanya intervensi dari luar sehingga pendapatannya dapat meningkat, dan akhirnya kesejahteraan akan turut meningkat pula, sehingga akan timbul kedinamisan dari kelompok tersebut.

  1. Apa yang Diteliti

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

  • Tingkat kedinamikaan sosial kelompok tani
  • Faktor-faktor dinamika kelompok tani yang masih memerlukan perhatian dan pembinaan lebih lanjut
  • Peranan anggota kelompok tani dalam pengembangan hutan rakyat

3. Menggunakan metode apa (METODOLOGI)

A. Kerangka Analisis

Pembentukan kelompok tani hutan rakyat umumnya merupakan bantuan dari proyek sehingga dengan adanya stimulus tersebut memudahkan untuk mempersatukan anggota kelompok dalam mencapai tujuan bersama yaitu pembangunan hutan rakyat yang mampu meningkatkan kesejahteraaan anggotanya.

B. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi, yaitu desa Kertayasa kabupaten Ciamis, desa Boja kabupaten Cilacap, dan desa Sukorejo kabupaten wonosobo.

C. Jenis dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dan diperoleh dari laporan-laporan instansi terkait yang berhubungan dengan dengan aspek yang diteliti. Sedangkan data primer langsung diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.

Seperti yang dikemukakan Djoni dkk (2000), tingkat kedinamisan kelompok tani berdasarkan pendekatan sosiologis tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

  1. Diujikan bagaimana

Dengan menggunakan data primer dan data sekunder, data primer langsung diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Analisis dilakukan terhadap petani yang tergabung dalam kelompok tani. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dikumpulkan dan diperoleh dari laporan-laporan instasi terkait yang berhubungan dengan aspek yang diteliti.

5. Hasilnya apa

Kelompok tani hutan di desa Boja memiliki tingkat kedinamisan yang rendah, dinamika kelompok tani hutan desa Kertayasa skornya paling tinggi dibandingkan dengan kelompok tani hutan lainnya untuk jumlah nilai secara keseluruhan. Sedangkan untuk kelompok tani hutan di desa Sukorejo memiliki nilai faktor-faktor dinamika diatas nilai minimum dan dapat diartikan bahwa anggota kelompok tani telah merasakan manfaat terbentuknya kelompok tani tersebut.

  1. Prestasi

Desa Sukorejo merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Mojotengah kabupaten Wonosobo dan telah maju dalam pengembangan hutan rakyatnya, terbukti pada tahun 1983 telah berhasil meraih juara I lomba penghijauan tingkat propinsi Jawa Tengah dan juara II tingkat nasional. Dengan di raihnya predikat juara lomba penghijauan menyebabkan adanya perubahan status kelas kelompok menjadi Kelompok Tani Teladan dan mendapat bantuan proyek P2WK (Proyek Pengembangan Wilayah Khusus) dalam bentuk tanaman kopi dan direspon dengan baik oleh anggota sehingga tanaman kopi ini pun berhasil dan produksinya cukup berlimpah.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Kecamatan Majenang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap. Majenang

Diniyati D, Suyarno, Anas Badrunasar, Tjejep Sutisna 2003. Kajian Sosial Ekonomi Hutan Rakyat di Desa Boja Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. P(74-95). Prosiding Seminar Sehari. Prospek Pengembangan Hutan Rakyat di Era Otonomi Daerah. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Loka Penelitian dan Pengembangan Hutan Monsoon Ciamis. Cilacap.

Djoni dan Jaenal Abidin. 2000. Dinamika Kelompok di Kalangan Kelompok Tani Pondok Pesantren (PONTREN) Pelaksana Usahatani Model Wanatani di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Pengembangan Model Wanatani di DAS Citanduy. Laporan Kajian Kelembagaan, Sosiologis, Ekonomi dan Biofisik. Kerjasama Universitas Siliwangi Dengan Balai RLKT DAS Cimanuk-Citanduy Ditjen RLPS-DEPHUTBUN RI. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan.

Soekanto Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tim Bina Swadaya. 2001. Pengalaman Mendampingi Petani Hutan. Kasus Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta




Jurnal 2

PENINGKATAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN MELALUI PEMBERDAYAAN WANITA NELAYAN

  1. Latar Belakang

Masyarakat nelayan di kawasan pesisir merupakan kelompok masyarakat yang paling tertinggal dalam berbagai sentuhan pembangunan selama ini. Khususnya pada kelompok nelayan tradisional yang dicirikan oleh teknologi produksi yang rendah, sehingga kemampuan akses terhadap produksi (finishing ground) relatif rendah, akibatnya hasil produksi yang diperoleh juga rendah pula. Implikasi dari itu semua, tingkat pendapatan kelompok nelayan ini sangat rendah.

Pada kelompok nelayan tradisional, peranan istri nelayan di tuntut semakin lebih besar dalam mencari alternatif pendapatan lain untuk mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Studi ini bertujuan menganalisis peranan wanita nelayan terhadap ketahanan ekonomi rumah tangga serta alternatif kegiatan ekonomi wanita nelayan guna membantu ekonomi keluarga.

  1. Apa yang Diteliti
  1. Profil sosial ekonomi rumah tangga wanita nelayan tradisional
  2. Pola kegiatan istri nelayan
  3. Pendapatan rumah tangga nelayan
  4. Curahan atau alokasi waktu kerja wanita nelayan
  1. Menggunakan metode apa (METODOLOGI)
  1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada akhir tahun 2004 sampai awal 2005 dan dilakukan pada beberapa wilayah pesisir terpilih di Sumatera Barat, dimana terkonsentrasi pemukinan nelayan tradisional, antara lain: Padang, Pariaman, dan Pesisir Selatan.

  1. Sumber dan Jenis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.

- Data primer, diperoleh dari istri (wanita nelayan), melalui wawancara langsung. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan serta wawancara yang mendalam terhadap informasi kunci (key informan).

- Data sekunder, dari berbagai bahan publikasi, seperti: Susenas, Dinas atau instansi terkait serta hasil penelitian lainnya.

  1. Data Analisis

Analisis data dilakukan dengan dua macam, yaitu: (1) Share wanita nelayan dalam pendapatan rumah tangga, (2) Deskriptif analisis tentang peluang berusaha di Pesisir.

  1. Hasilnya Apa

Berdasarkan hasil studi menunjukkan, bahwa rata-rata wanita yang bekerja adalah sebesar 37,5 angka ini tidak berbeda jauh dari hasil studi pada tahun 1996 (Zein, 2000). Apabila diperhatikan berdasarkan alokasi waktu kerja yang dicurahkan bagi kelompok wanita nelayan yang bekerja tersebut, maka selama 5 jam per hari (20%) dari waktunya dicurahkan untuk kegiatan reproduktif (kegiatan memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan mengurus anak dan 6 jam wanita nelayan bekerja dengan yang tidak bekerja, maka curahan waktu kerja untuk kegiatan reproduktif ini lebih banyak pada wanita nelayan yang tidak mempunyai kegiatan ekonomi lainnya.

Konflik dalam pemberdayaan wanita nelayan

1. Masalah paradigma gender yang keliru

Selama ini orang memanndang bahwa wanita adalah makhluk yang lemah, sehingga hanya diberikan posisi pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan fisik.

  1. Rendahnya kualitas SDM

Pada umumnya kualitas SDM memang relatif rendah di pedesaan pantai, dengan demikian porsi pekerjaan yang sesuai mencari porsi pekerjaan kasar.

  1. Kepedulian stakeholders

Stakeholders masih rendah kepeduliannya terhadap wanita nelayan, sehingga kesempatan pekerjaan sangat rendah.

  1. Kurangnya akses modal

Dipedesaan pantai terhadaap akses modal sangat rendah, sehingga upaya pengembangan usaha yang relatif lambat.

  1. Kurangnya kebersamaan

Hal utama yang menjadi kendala dalam pengembangan usaha wanita nelayan adalah kurangnya kebersamaan dan mereka cenderung bekerja sehari-hari.

  1. Ketergantungan terhadap pihak luar

Kegiatan usaha wanita nelayan sangat tergantung dengan pihak luar seperti, ketersediaan bahan baku, organisasi pemasaran, sumber keuangan, tenaga.dll

  1. Kurangnya pemasaran

Produk-produk hasil karya wanita nelayan di pedesaan pantai sangat sulit di pasarkan.

  1. Tergantung dari hasil tangkapan ikan (suami)

Biasanya produk yang dihasilkan wanita nelayan sangat tergantung kepada hasil kegiatan suami sebagai nelayan.

Proses pemberdayaan wanita nelayan

1. Pembentukan Kelompok

Guna meningkatkan usaha nelayan di pedesaan pantai, perlu adanya kelompok yang kokoh, melalui pembinaan dan penguatan kelompok.

2. Perencanaan program

Program haruslah yang rasional dan dapat dilaksanakan oleh seluruh anggota kelompok.

3. Pelaksanaan program

Dengan program yang baik, maka seluruh anggota kelompok pun harus mampu melaksanakan seluruh program dengan konsisten.

4. Agar usaha masyarakat / wanita dapat berjalan dengan sukses, maka peranan

pendamping adalah sangat penting artinya.


DAFTAR PUSTAKA

Aminah. 1982. Peranan Wanita Nelayan dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga Nelayan Muncar, Banyuwangi – Jawa Timur. Dalam Prosiding Workshop Sosial Ekonomi Perikanan Indonesia. Cisarua, 2-4 November 1982. Pusat Penelitian da Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Indonesia (p:151-157).

Jordan. R.E dan neihof A. 1982. Patondu Revisted: A case of Modemization in Fishery, Review of Indonesia an Malayan Affairs (RIMA). Vol 16 (2), 1982 (p:83-108)

Norr, J.L dan K.F Norr, 1991. Womens Satutus in Peasant-level Fishing, society and Natural Resources, vo.5, p:149-163

Yater, L.R, 1983 The Fishermen’s Family: Economic Roles of Women and Children. Dalam Small Scale Fisheries of San Miguel Bay: Philippines: Social aspect of production an marketing (ed.Bailey). ICLARM Technical reports No.9 Manila Philippines

Zein, A. 2000. The Influence of technological Change on Income and Social Struktur in Artisanal Fisheries in Padang, Indonesia. Universitas Bung Hatta Press. Padang. Indonesia

Zein, A. 2005. The Role of Fisher-women on Food Security at the Traditional Fishermen Household of West Sumatra, Indonesia. Makalah pada International Seminar tentang Food Security di Hanoi – Vietnam, 1-7 Mei 2005.




Jurnal 3

KELOMPOK KECIL

Sebuah studi baru menemukan bahwa kelompok tiga sampai lima orang berperforma lebih baik dibandingkan individu ketika memecahkan masalah yang kompleks. Penelitian yang diterbitkan dalam edisi April Journal of Personality and Social Psychology, menunjukkan bahwa kelompok tiga orang yang mampu memecahkan masalah yang sulit bahkan lebih baik dari individu-individu terbaik bekerja sendirian.

Peneliti peserta 760 mahasiswa dari University of Illinois di Urbana-Champaign surat-untuk memecahkan masalah-nomor kode, bekerja baik secara individu atau sebagai bagian dari kelompok. Penelitian mencatat bahwa ada sejumlah kecil mengejutkan penelitian tentang pengaruh ukuran kelompok pada pemecahan masalah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kelompok berperforma lebih baik daripada individu pada masalah kesulitan rata-rata. Studi saat ini dinilai kinerja dengan membandingkan jumlah percobaan yang diperlukan untuk memecahkan masalah serta jumlah kesalahan yang dibuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok ukuran tiga,, empat dan lima dilakukan lebih baik daripada individu untuk memecahkan masalah.

Dalam rilis April 23, 2006 tekan APA, pemimpin peneliti Patrick Laughlin disebabkan peningkatan kinerja kelompok untuk, Penelitian juga "kemampuan orang untuk bekerja sama untuk menghasilkan dan mengadopsi respon yang benar, menolak tanggapan yang keliru, dan memproses informasi secara efektif." berasal keberhasilan kelompok-kelompok kecil di surat-untuk tugas-angka untuk "anggota kelompok gabungan kemampuan mereka dan sumber daya untuk melakukan lebih baik daripada yang terbaik dari jumlah yang setara individu pada tugas kelompok yang sangat intellective saling melengkapi."

Sementara peneliti memiliki hipotesis bahwa kelompok dua akan mengungguli jumlah yang setara individu, hasil penelitian ini benar-benar menunjukkan bahwa kelompok dua orang yang dilakukan pada tingkat yang sama sebagai individu yang bekerja sendirian. Selain itu, sementara kelompok tiga,, empat dan lima orang dilakukan secara signifikan lebih baik daripada jumlah yang setara dengan kelompok "terbaik individu" dan dua orang, tiga kelompok tidak berbeda satu sama lain dalam hal kinerja. Hasil studi ini karena itu menyarankan, "Tiga anggota kelompok yang diperlukan dan cukup untuk kelompok untuk melakukan lebih baik daripada yang terbaik dari jumlah setara individu independen."

Penelitian ini memiliki sejumlah implikasi di bidang akademik, ilmu pengetahuan, kedokteran, dan bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tiga lebih efisien dan lebih akurat dalam memecahkan masalah-masalah sulit yang sedang memerlukan penggunaan logika, verbal, dan pemahaman kualitatif. Para penulis dari penelitian ini menyarankan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah tiga orang kelompok lebih efektif dalam memecahkan jenis persoalan lain, dan apakah efektif pemecahan masalah dalam suatu kelompok kemudian transfer ke pemecahan masalah individual.

References: Referensi:

Laughlin, P., Hatch, E., Silver, J., & Boh, L. (2006) Grup Lakukan Better Than Individu Terbaik pada Surat-ke Bilangan Masalah-: Pengaruh Ukuran Group, Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, Vol. 90, No. 4. 90, No 4.

"Grup Lakukan Better Than Individu Terbaik di Mengatasi Masalah Kompleks," APA Siaran Pers.

Keahlian dalam pemecahan masalah kelompok: Pengakuan, kombinasi sosial, dan kinerja:. Group Dinamika Teori, Riset, dan Praktek, 4, 277-290.

Bray, RM, Kerr, NL, & Atkin, RS (1978). Bray, RM, Kerr, NL, & Atkin, RS (1978). Pengaruh ukuran kelompok, masalah kesulitan, dan seks pada kinerja kelompok dan reaksi anggota.. Journal of Personality and Psycholog Sosial, 36 y, 1224-1240

Hill, GW (1982). Hill, GW (1982). Kinerja individu versus kelompok: Apakah N _ 1 kepala lebih baik dari satu 517-539? Psychological Bulletin, 91,.

Tindale, RS, & Kameda, T. (2000). Tindale, RS, & Kameda, T. (2000). "Social sharedness" sebagai tema pemersatu untuk pemrosesan informasi dalam kelompok.. Group Proses dan antargolongan Hubungan,

3, 123-140



Jurnal 4

Keanekaragaman, Konflik, dan Kinerja Pada Kelompok Kerja

Sebuah studi lapangan dari 92 kelompok kerja menjelajahi pengaruh tiga jenis keanekaragaman kelompok kerja (keragaman kategori sosial, keragaman nilai, dan keragaman informasi) dan 2 moderator (tipe tugas dan tugas mandiri) pada hasil kelompok kerja. category diversity, value diversity, and informational di-

Keanekaragaman dan konflik

Tiga kategori keanekaragaman dibahas dalam penelitian terakhir pada kelompok: keragaman informasi, dua orang dari ras yang berbeda (Keanekaragaman kategori sosial) mungkin (meskipun tidak harus) mempunyai pengalaman pendidikan budaya (keragaman informasi) dan akibatnya mendukung nilai yang berbeda (keanekaragaman nilai). Setiap berbagai jenis dari keanekaragaman menyiratkan tantangan yang berbeda dan kesempatan bagi kelompok kerja, dan akibatnya, mempengaruhi hasil kelompok kerja yang berbeda.discussed in past research on groups: informational diversity,social category diversity, and value diversity. keragaman kategori sosial, dan keragaman nilai. Contohnya, For ex-diversity) may (though not necessarily) have experienced dif-consequently espouse different values (value diversity).of these different kinds of diversity implies different chal-lenges and opportunities for workgroups, and consequently,each should differentially influence workgroup outcomes. harus dapat

keragaman lnformational. keragaman lnformational mengacu basis pengetahuan yang berbeda dan perspektif yang membawa anggota kelompok. Perbedaan-perbedaan tersebut berdiri sebagai fungsi dari perbedaan anggota kelompok seperti pendidikan, pengalaman, dan keahlian. Perbedaan dalam latar belakang pendidikan, pelatihan, dan pengalaman pekerjaan yang mungkin meningkat bermacam-macam perspektif dan opini yang ada dalam kelompok kerja (Stasser, 1992). Recent research has demon-

Hipotesis la (Hla):

Perbedaan informasional akan meningkatkan konflik tugas dalam kelompok kerja. Kelompok kerja mempunyai alasan sering gagal menyadari kemampuan potensial dari keanekaragaman informasi dan konflik tugas. Pertama, Organisasi yang sering menjawab kecenderungan kelompok-kelompok untuk membentuk keakraban) dengan membuat-tim lintas fungsional, atau tim dengan anggota pelatihan fungsional yang berbeda, untuk meningkatkan keragaman informasi tersedia pada kelompok (Northcraft., 1995). Alasan kedua sering gagal menyadari /manfaat dari keragaman informasi yang membuat sebuah kelompok informasi yang juga mencegah kelompok dari mewujudkan manfaat dari keragaman informasinya. Perselisihan dalam kelompok kerja bisa menjadi pertentangan tentang isi tugas ( konflik tugas), tetapi mereka juga bisa menjadi perselisihan tentang bagaimana konflik (Jehn, 1997). latar belakang teknik mungkin ingin diproses berbeda (dalam hal bagaimana mengidentifikasi potensi program aksi dan memilih di antara mereka) dari anggota kelompok dengan sebuah latar belakang marketing atau akuntansi. based on shared social networks (ie, similarity, proximity, berdasarkan pada jaringan sosial bersama (misalnya, kesamaan, kedekatan, familiarity) by creating cross-functional teams, or teams withmembers of different functional training, to enhance the in-1995).informational diversity is that what makes a group informa-tionally diverse may also prevent the group from realizing thebenefits of its informational diversity.Disagreements inworkgroups could be disagreements about task content (taskconflict), but they could also be disagreements about how todo the task or how to delegate resources, reflecting process melakukan tugas atau cara untuk mendelegasikan sumber daya, yang mencerminkan prosesconflict (Jehn, 1997).For example, a group member with an Sebagai contoh, seorang anggota kelompok dengan engineering background will probably want to proceed differ-and choose among them) than a group member with a mar-keting or accounting background.

Hypothesis 1.b (Hlb):

Keragaman informasi akan meningkatkan proses konflik dalam kelompok kerja.

keragaman kategori sosial. kategori keragaman sosial merujuk pada perbedaan eksplisit antara anggota kelompok dalam keanggotaan kategori sosial, seperti seperti ras, gender, dan etnis (Jackson, 1992; Pelled, 1996a). Keanggotaan kategori sosial secara eksplisit menetapkan karakteristik terutama yang menonjol dasar dimana individu dapat mengkategorikan diri sendiri dan orang lain. Permusuhan dalam kelompok ini muncul ke permukaan sebagai hubungan anatara konflik-konflik anggota 'pribadi dengan memilih kelompok kerja atau perselisihan dalam interaksi interpersonal biasanya sekitar isu-isu yang bukan pekerjaan seperti gosip, kegiatan sosial, atau agama. (Jehn, 1995, 1997). among group members in social category membership, suchas race, gender, and ethnicity (Jackson, 1992; Pelled, 1996a).particularly salient basis by which individuals can categorizethemselves and others.conflict-conflict over workgroup members' personal prefer-typically about nonwork issues such as gossip, social events,or religious preferences (Jehn, 1995, 1997).

Hipotesis 2 (H2):

Keragaman kategori sosial akan meningkatkan hubungan konflik di kelompok kerja. Social category diversity will increase relation-ship conflict in workgroups.

Nilai keanekaragaman. Nilai keragaman terjadi ketika anggota dari kelompok kerja berbeda dalam hal apa yang mereka pikir dari kelompok yang nyata dalam tugas kelompok kerja, tujuan, target, atau misi seharusnya. Sebagai contoh, anggota kelompok yang nilai efektivitas (misalnya, kualitas) cenderung memiliki perselisihan tentang tugas dan alokasi sumber daya dengan anggota kelompok yang nilai efisiensi (misalnya, unit diproduksi). workgroup differ in terms of what they think the group's realtask, goal, target, or mission should be.effectiveness (eg, quality) are likely to have disagreementsvalue efficiency (eg, units produced).In addition, similarity

Hipotesis 3 (H3):

Value diversity will increase task conflict, pro-Nilai keanekaragaman akan meningkatkan konflik pekerjaan, proses konflik, dan hubungan konflik dalam kelompok kerja.

Keanekaragaman dan Kinerja

Penelitian menangani faktor penentu kinerja kelompok dalam organisasi yang menunjukkan keberhasilan yang sering bergantung pada kemampuan kelompok kerja untuk mencakup, pengalaman, dan mengatur (dari pada menghindari) perselisihan yang timbul (Tjosvold, 1991 ; Gruenfeld et al., 1996. ) Schwenk dan Valacich (1 994) menemukan bahwa mengevaluasi dan mengkritik konflik yang menggunakan tentang keputusan tugas yang dihasilkan lebih baik dalam kelompok kerja dari pada anggota yang menghindari konflik atau mengurangi perselisihan mereka. Dampak negatif dari keragaman nilai dan kategori sosial (yaitu, meningkatkan hubungan konflik), kesamaan cenderung paling efektif dalam bidang nilai dan keragaman kategori sosial. Akibatnya, keragaman yang rendah nilai dan rendah keragaman kategori sosial menciptakan kondisi untuk sebuah kelompok kerja untuk mengambil keuntungan dari keragaman informasinya, yang dapat dicerminkan dalam kinerja kelompok kerja. in organizations suggests that success often hinges on theability of the workgroup to embrace, experience, and man-1991;Gruenfeld et al., 1996).Considerable evidence pointsdecisions in workgroups than when members avoided con-flicts or smoothed over their disagreements.increased relationship conflict), similarity is likely to be moeffective in the areas of value and social category diversity.In effect, low value diversity and low social category diver- its informational diversity, which should be reflected in work-

Hipotesis 4 (H4):

The effects of informational diversity on work-Pengaruh keanekaragaman informasi pada pekerjaan kinerja kelompok akan dipandu oleh keanekaragaman nilai dan sosial kategori keragaman dalam kelompok; keanekaragaman informasi lebihkeragaman sosial kategori dalam kelompok rendah daripada ketika mereka Tinggi.group performance will be moderated by value diversity and socialcategory diversity within the group; informational diversity is morelikely to increase workgroup performance when value diversity and cenderung meningkat kinerja workgroup ketika nilai keragaman dan social category diversity in the group are low than when they arehigh.

Kinerja tidak hanya hasil yang menarik bagi organisasi kelompok kerja. Para pekerja juga mempertaruhkan moral dan komitmen, yang memiliki implikasi jangka panjang untuk kinerja kelompok yang baik untuk biaya yang berkaitan dengan ketidakhadiran dan keterlambatan kerja. Also at stake are the morale and commit- ment of the workers, which have long-term implications forgroup performance as well as for costs associated with ab-

Hipotesis 5 5 (H5): (H5):

High value diversity and social category diver-Nilai tinggi keragaman dan keragaman kategori sosial akan menurunkan moral pekerja.sity will decrease worker morale.

Moderator dari Efek Keanekaragaman

Ketika suatu tugas kompleks dan tidak mengerti dengan baik, bagaimanapun juga, membahas dan berdebat bersaing secara perspektif dan pendekatan sangat penting bagi anggota kelompok untuk 1994; Amason dan Schweiger, 1994; Putnam, 1994; Jehn, 1995). Seperti tugas kompleks semacam itu memerlukan pemecahan masalah, memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi, dan memiliki beberapa prosedur yang mengatur ketika tugas rutin memiliki tingkat rendah variabilitas, yang berulang (Hall, 19721) umumnya sangat akrab dan dilakukan dengan cara yang sama setiap kali (Thompson, 1967). identify appropriate task strategies and to increase the accu- mengidentifikasi strategi-strategi tugas yang sesuai dan untuk meningkatkan ketelitian dalam 'penilaian situasi anggota (misalnya, Fiol, 1994; Amason and Schweiger, 1994; Putnam, 1994; Jehn,1995).Such complex tasks require problem solving, have ahigh degree of uncertainty, and have few set procedures(Van de Ven, Delbecq, and Koenig, 1976), while routine taskshave a low level of variability, are repetitive (Hall, 19721, andare generally familiar and done the same way each time(Thompson, 1967).The constructive discussions and debates

Hipotesis 6 (H6):

Informational diversity is more likely to increase keanekaragaman Informational lebih mungkin untuk meningkatkan kinerja kelompok kerja ketika tugas-tugas yang kompleks daripada yang rutin.workgroup performance when tasks are complex rather than rou-

Sebelum penelitian juga menunjukkan bahwa tugas yang saling ketergantungan dapat mempengaruhi keanekaragaman efek dalam kelompok kerja. Tugas yang saling tergantung adalah sejauh mana anggota kelompok mengandalkan untuk menyelesaikan pekerjaan satu dengan yang lainnya (Van de Ven, Delbecq, dan keragaman kategori sosial akan diperburuk bila tugas saling bergantung: influence diversity effects in workgroups.Task interdepen-another to complete their jobs (Van de Ven, Delbecq, andKoenig, 1976). Koenig, 1976). Pengaruh keanekaragaman nilai dan social category diversity will be exacerbated when tasks areinterdependent:

Hypothesis 7 (H7): Hipotesis 7 (H7):

The moderating effects of value diversity and Pengaruh yang tidak berlebihan dari keragaman nilai dan keanekaragaman kategori sosial pada hubungan antara keragaman informasi dan kinerja kelompok kerja akan lebih kuat ketika tugas saling terikat dibandingkan tugas yang bebas.social category diversity on the relationship between informationaldiversity and workgroup performance will be stronger when tasksare interdependent rather than independent.

Hipotesis 8 (H8):

Keanekaragaman nilai dan keragaman kategori sosial akan lebih cenderung menurunkan moral ketika tugas saling terikat daripada independen. Value diversity and social category diversity willbe more likely to decrease morale when tasks are interdependent

Mediator Efek Keanekaragaman

Hubungan dan proses konflik yang negatif dikaitkan dengan kinerja dan moral, sedangkan konflik tugas telah terbukti memiliki dampak positif pada kinerja (Jehn, 1995, 1997; Amason, 1996). Oleh karena itu, kami mengusulkan hipotesis berikut:conflict have been negatively linked to performance and mo-rale, while task conflict has been shown to have positive ef-Therefore, we propose the following hypotheses:

Hipotesis 9a (H9a):

Task conflict will mediate the effects of infor-konflik tugas akan menengahi efek dari keanekaragaman informasi terhadap kinerja kelompok kerja.

Hypothesis 9b (H9b):Hipotesis 9b (H9b):

Process conflict will mediate the effects ofProses konflik akan dimediasi dari efek keanekaragaman informasi terhadap kinerja kelompok kerja. informational diversity on workgroup performance.

Hypothesis 9c (H9c):Hipotesis 9c (H9c):

Process conflict will mediate the effects ofProses konflik akan memediasi efek nilai keanekaragaman terhadap moral pekerja. value diversity on worker morale.

Hypothesis 9d (H9d):Hipotesis 9d (H9d):

Relationship conflict will mediate the effectsHubungan konflik akan memediasi efek keragaman nilai dan keragaman kategori sosial terhadap moral pekerja. of value diversity and social category diversity on worker morale.

The hypotheses were tested in a field study of organizationalHipotesis diuji dalam studi bidang organisasi Kelompok.groups.

METODE

Research Site and SampleSitus dan Sampel Penelitian

Sampel terdiri dari 545 karyawan di satu dari tiga perusahaan teratas di industri barang-barang rumah tangga bergerak. Sampel (sebagaimana dilaporkan dalam Jehn, 1995) diambil dari antar kantor pusat nasional untuk perusahaan ini, yang menampung semua fungsi wilayah nasional: divisi meliputi pemasaran dan penjualan, accounting , sistem informasi, domestik dan operasi internasional, dll. Sebuah unit pekerjaan didefinisikan dalam organisasi sebagai sebuah kelompok di mana semua personil melaporkan langsung kepada pengawas yang sama dan berinteraksi untuk menyelesaikan tugas-tugas unit.three firms in the household goods moving industry.Thesample (as reported in Jehn, 1995) was taken from the inter-national headquarters for this firm, which houses all func-tional areas: divisions include marketing and sales, account-ing, information systems, domestic and internationaloperations, etc. The featured diversity constructs and mea-unit is defined in the organization as a group in which all per-sonnel report directly to the same supervisor and intercomplete unit tasks.

Survei

Survei ini terdiri dari 85-laporan diri, gaya pertanyaan Likert, memerintahkan secara acak. Kami menggunakan catatan pribadi untuk memverifikasi informasi demografi yang dikumpulkan oleh survei dan, di waktu yang sama, mengumpulkan data arsip, seperti kinerja Appraisal dan laporan pengeluaran dari departemen. manajer, dan wakil presiden yang diterima dan kembali paket bahan untuk mengevaluasi unit kerja mreka (s). Informasi dikumpulkan dalam paket ini termasuk bagian dari organisasi, kelompok dan individu peringkat efektivitas, dan laporan pengeluaran departemen .randomly ordered.We used personnel records to verify thedemographic information collected by the survey and, at thesame time, collected archival data, such as performance ap-praisals and departmental output reports.Sixty supervisors, Enam puluh pengawas, managers, and vice presidents received and returned apacket of materials to evaluate their work unit(s).Informationcollected in this packet included organizational charts, groupand individual effectiveness ratings, and departmental outputreports.

Tindakan Diversity. Keanekaragaman

Persepsi terhadap nilai perbedaan di antara anggota kelompok diukur dengan enam poin pada skala Likert-5 berlabuh dengan 1 = "Sangat tidak setuju" dan 5 = "Sangat setuju." Anggota diminta jika nilai dari seluruh anggota kelompok adalah serupa, jika unit kerja secara keseluruhan mempunyai nilai kerja sama, jika unit kerja secara keseluruhan memiliki tujuan yang sama, apakah anggota telah memegang keyakinan kuat tentang apa yang penting dalam unit kerja, apakah anggota memiliki tujuan yang sama, dan jika-semua anggota setuju pada apa yang penting bagi kelompok. koefisien alpha untuk skala ini adalah 0,85. was measured by six 5-point Likert scales anchored by 1="Strongly disagree" and 5="Strongly agree."Memberswere asked if the values of all group members were similar,if the work unit as a whole had similar work values, if thework unit as a whole had similar goals, whether membershad strongly held beliefs about what was important withinthe work unit, whether members had similar goals, and if -allmembers agreed on what was important to the group.Th

Seperti biasa dalam pengobatan variabel kategori, kita menggunakan indeks berbasis entropi (Teachman, 1980; Ancona dan Caldwell, 1992) untuk membentuk jumlah total informasi dan keragaman kategori sosial dalam kelompok kerja:

Jika karakteristik demografi tidak ditunjukkan dalam tim, nilai yang diberikan adalah nol. Ditambah, indeks keanekaragaman merupakan jumlah dari produk dari karakteristik proporsi masing-masing yang membuat unit kerja dan tercatat alami dari proporsinya. Semakin tinggi keragaman indeks, semakin besar distribusi karakteristik dalam unit kerja. is not represented in the team, the value assigned is zero.Thus, the diversity index represents the sum of the productsof each characteristic's proportion in the work unit's makeupThe higher the diversityindex, the greater the distribution of characteristics withinthe work unit.

Hasil

H1a : Keragaman informasi secara positif berkaitan dengan konflik tugas dalam keompok kerja.

H1b : memprediksi keragaman informasi dapat meningkatkan proses konflik, bukan mendukung.

Keragaman informasi dan nilai dijelaskan 13,9 persen dari variasi konflik tugas.

H2 : Keragaman kategori sosial dan keragaman nilai ditunjukkan 21.9 persent dari variasi dalam hubungan konflik dengan kelompok.

H3 : keragaman nilai secara positif dan signifikan berkaitan dengan semua tiga tipe konflik. Keanekaragaman nilai sendiri menjelaskan 10.3 persen dari proses konflik dengan kelompok kerja.

H4 : keragaman nilai dimoderasi dari efek keragaman infoirmasi dalam kinerja sebenarnya dan efisiensi; keragaman informasi pada tingkat rendah akan lebih berpengaruh ketika keragaman nilai mencapai tingkat tinggi.

H5 : Keragaman informasi secara positif berkaitan dengan efisiensi keragaman kategori sosial yang rendah. Hubungan hipotesis menjelaskan diantara 6.6 persen (efisiensi kelompok kerja) dan 37.8 persen (komitmen dari kelompok kerja) dari kinerja kelompok dan moral para pekerja.

H6 : Interaksi dari keragaman informasi dan tipe tugas. Secara signifikan untuk mengukur tiga dari kelompok kerja yaitu menyadari kinerja, actual, dan efisiensi; keragaman informasi lebih meningkatkan kinerja ketika tugas selesai.

H7 : mengurangi efek dari keragaman nilai dan keragaman kategori sosial dalam hubungannya diantara keragaman informasi dan kinerja kelompok kerja yang lebih kuat ketika tugas yang saling terikat meningkat.

H8 : memprediksi bahwa keragaman nilai dan keragaman kategori sosial ketika tugasnya saling terkait meningkat.

H9a : memprediksi bahwa konflik tugas dapat dimediasi efek dari keragaman informasi dalam kinerja kelompok kerja.

H9b : Hasil tidak dikonfirmasi. Bahwa proses konflik akan dimediasi dari efek keragaman informasi kedalam kinerja kelompok kerja.

H9c : Hasil di konfirmasikan. Proses konflik akan memediasi dari efek keragaman nilai untuk moral pekerja.

H9d : Hubungan konflik dapat memediasi efek dari keragaman nilai dan keragaman kategori sosial untuk moral pekerja.

REFERENCES

Amabile, Teresa M. 1994 "The atmosphere of pure work: Creativity in research and development." In William R. Shadish and Steve Fuller et al. al. (eds.), The Social Psychology of Science: 31 6-328. New York: Guilford Press.

Amason, Allen C. 1996 "Distinguishing the effects of functional and dysfunctional conflict on strategic decision making: Resolving a paradox for top management teams." Academy of Management Journal, 39: 123-1 48. and Harry J. Sapienza 1997 "The effects of top management team size and interaction norms on cognitive and affective conflict." Journal of Management, 23: 495-516.

Amason, Allen C., and David M. Schweiger 1994 "Resolving the paradox of conflict, strategic decision making and organizational performance." International Journal of Conflict management, 5: 239-253.